16 Agustus 2019

Menembus Keter'ISOLASI'an Bojonegoro

    Jumat, Agustus 16, 2019  


Oleh: Budi Karyawan

SeputarBojonegoro.com - Ketika saya menyampaikan kata Bojonegoro Terisolasi, seorang kawanku yang jurnalis dan penggiat LSM langsung teriak protes, opo yo pantes Bojonegoro dibilang negeri terisolasi?

Anggapan sederhana saya tentu berazas, contohnya : Harusnya Bojonegoro bisa lebih berkembang, sebagai penyangga Surabaya, mestinya BoJonegoro sudah berkembang seperti Karawang , Cikarang, Bogor, Tangerang dan sejenisnya yang menyangga Jakarta. Jarak Bojonegoro Surabaya 120 km mestinya hanya perlu 2 jam.

Investor yang sudah kesulitan lahan mengembangkan Pabiknya di Surabaya dan sidoarjo sudah harus melirik Lamongan dan Bojonegoro, kalau ada transport komuter seperti kereta yang melayani Botabek antara Bojonegoro Surabaya mestinya orang pada memilih rumah di Bojonegoro.

Kalau dilihat dari Industry yang masuk Bojonegoro, selama ini belum ada pabrik besar berdiri disini, kecuali pabrik rokok dan pabrik paving block yang cenderung berjalan di tempat , padahal dengan ditemukannya minyak dan gas di bumi ini sudah pantas diikuti berdirinya industry petrokimia , pabrik pakan ternak saja tidak terlihat disini.

Malah lebih ekstrim lagi, mestinya jalanan bojonegoro lebih ramai dilalui pelintas Surabaya – Semarang, yang jaraknya jauh lebih dekat dibanding lewat Tuban – Lasem - Rembang. Mestinya orang Gresik Surabaya yang mau ke Jogya/Solo lebih nyaman melalui Surabaya- Bojonegoro - Ngawi.

Kalaupun disetujui asumsi saya di atas tentu cara menembus keterisolasian ini cukup jelas, walau tidak mudah. Infra struktur terutama jalan harus lebih baik (kalau perlu dipikirkan jalan tol) , sarana transport terutama kereta api mungkin lebih “mudah” dikondisikan,Selain itu sarana lain penginapan, rest area (yg ini tidak harus disamakan rest area di jalan toll). Sehingga orang tertarik untuk melintas di Bojonegoro.

Bayangkan saat ini Bojonegoro ke kota lain selain Surabaya harus ditempuh dengan waktu yang relative lama, karena jalannya belak belok, sempit dan sering rusak.



Bojonegoro – Nganjuk yang tak lebih dari 60 km harus ditempuh 1 jam 45 menit, ini bukan karena tanjakan tapi karena jalannya sempit dan terlalu banyak belokan, yang kadang “nyeklek”, kalau jalannya “normal” tidak lebih dari 1 jam tentunya. Bojonegoro - Ngawi 2 jam lebih untuk 90 km, ini juga karena sebagian jalan masih “mbregidil”.

Mengenai tersendatnya industrialisasi di bojonegoro, selain sarana transport , apa mungkin ada yang salah dengan proses perijinan disini? Dari sisi formal mungkin mudah, tapi yang non formal ruwet, itu perlu diurai secara jelas. Keamanan, Tenaga Kerja ,Bahan dasar harusnya menjadi daya tarik investor di Bojonegoro ini.

Untuk bisa lebih makmur tentu harus lebih terbuka, memberi kesempatan investasi industry berkembang disini, paling tidak memberi kenyamanan orang melintas di Bojonegoro, sambil melirik dan membelanjakan uangnya di sini. Tentu ini tak semudah membalik tangan tapi yakinlah kita bisa. [red/sbc]

Tentang Penulis : Lulusan Jurusan Sipil Institut Teknologi Bandung, karyawan swasta yang ber KTP Bandung, sudah 4 tahun ini menjadi Public Relation Affair di Bojonegoro.

© 2018 SeputarBojonegoro.comDesigned by Bloggertheme9